Makalah Seni Rupa Tradisional
yang namanya sekolah pasti erat kaitannya dengan tugas ya gan..
nah ini adalah contoh makalah seni budaya yang judulnya
"makalah seni rupa tradisional"
langsung disimak aja ya gan !!!
~Tugas Seni Budaya
XII IPA 2
“SENI
RUPA TRADISIONAL”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Aria Bimantara
Dea Fadla Fitriana
Dwi Handoko
Lilis Setianingsih
Nurul Aini
Siska Widia
Sultan Vitu Alam
Supri Adi
SMA N 1 BARADATU 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kepada Alah SWT yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Seni Rupa-Tradisional”
ini.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Seni Budaya terutama pada
pembahasan materi Seni Rupa Modern dan Tradisional. Makalah ini disusun untuk
memenuhi kebutuhan bagi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran Seni Budaya,
sehingga dapat membantu dalam belajar.
Materi
dalam makalah ini disajikan dengan runtut disertai dengan contoh-contoh dan
ilustrasi yang cukup jelas dengan menggunakan kalimat yang sederhana dan
komunikatif, sehingga mudah untuk dipahami. Penjelasan Materi disertai dengan
gambar untuk memperjelas konsep yang disajikan.
Orang
bijak mengatakan “Tiada Gading yang Tak Retak” sehingga makalah ini pun
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah-makalah
selanjutnya.
Baradatu, Agustus 2016
Penulis
Daftar isi
Halaman
Halaman Judul ............................. 1
Kata Pengantar ……….……….…. 2
Daftar Isi……………………...……. 3
Isi pembahasan :
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah .............. 4
B. Rumusan
Masalah ...................... 4
C. Tujuan
Penulisan ........................ 4
D. Metode Penulisan ........................ 4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Seni Rupa tradisional
................ 5
B. Ciri-ciri
Seni Tupa Tradisional
..................... 6
C. Contoh
Seni Rupa Tradisional .................... 6
1.Wayang
Golek............................ 6
2.Batik
Banyumasan...................... 7
3.Topeng jawa &
yogya................. 8
4.Seni Pahat
Papua....................... 9
5.Seni Keramik
Purwakarta............ 10
6.Seni
Anyaman............................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................ 11
B. Kritik
dan Saran
........................................ 11
Daftar Pustaka ...................... ................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan sebagai ”kultur” dalam bahasa Indonesia
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keanekaragaman kebudayaan dan suku
dengan wilayah yang luas, tentu saja disetiap wilayah pasti memiliki Karya
seni, dan di indonesia banyak sekali jenis seni rupa tradisional karena
keragaman budaya tersebut, dan saat ini sangat perlu dilakukan upaya agar karya
seni rupa tradisional terus berkembang dan menjadi lebih baik, jadi sangat
diperlukan pengetahuan untuk generasi penerus tentang karya seni rupa
tradisional.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini diangkat beberapa topik permasalahan yang nantinya akan
dibahas. Permasalahan tersebut adalah :
1. Apa
Pengertian dari Seni Rupa Tradisional-Sekarang ?
2. Apa
ciri-ciri seni rupa Tradisinal-Sekarang?
3. Apa
contoh seni rupa Tradisional-Sekarang ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan
makalah ini tentunya bertujuan untuk pemenuhan
tugas seni budaya di sekolah kami. selain itu, penulisan makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang seni rupa Tradisional di zaman
sekarang, agar karya seni rupa tradisional bisa berkembang dengan baik dan
tetap lestari sehingga tidak kalah saing dengan seni rupa modern.
D. Metode Pembuatan Makalah
Dalam pebuatan makalah ini, penulis melakukan kegiatan pencarian
informasi dari media elekronik serta media cetak lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Seni
Rupa Tradisional
Seni
rupa tradisional-Istilah nama lain tradisional sendiri berasal dari kata
“tradisi” yang berarti penunjuk kepada suatu lembaga, artefak, kebiasaan atau
perilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara
tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu
generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan pengertiannya, maka dari itu secara singkat bisa dikatakan
bahwa karya seni rupa tradisional: “Karya seni rupa yang bentuk dan cara
pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya”.
Seni rupa tradisional merupakan segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai
suatu komunitas masyarakat tertentu yang dijaga secara turun temurun kemurnian
dan keutuhannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, karya seni rupa tradisional bisa
diartikan sebagai karya-karya seni rupa, yang merupakan hasil budaya suatu
masyarakat tertentu yang telah lama hidup dan dijaga dengan baik secara
turun-temurun. Karya yang termasuk dalam jenis-jenis tersebut yakni, batik
tulis jenis keraton, ukuran Toraja, patung suku Asmat dan sebagainya.
Bahkan tidak hanya itu saja, nilai dan landasan filosofis yang berada
dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun umumnya relatif tidak
berubah sama sekali dari masa ke masa.
Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini
dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan pakem yang ketat berdasarkan sistem
keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara dimasyarakatnya.
Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat (Eropa), istilah seni rupa
tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa agama (gereja), raja dan
para bangsawan.
Para seniman tradisional menciptakan karya berdasarkan keinginan atau
aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera” institusi-institusi tersebut dan
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dan disepanjang kekuasaan mereka.
§ Berdasarkan pengertian seni
tradisional yang telah disebutkan di atas, kita jumpai berbagai karya seni rupa
di Indonesia khususnya karya-karya seni kriya dapat dikategorikan sebagai karya
seni rupa tradisional.
Bahkan banyak sekali benda-benda kriya yang sudah tersebar dikepulauan
Indonesia dalam bentuk, bahan dan cara pembuatannya hingga saat ini tidak
mengalami perubahan apapun sama sekali lho, sejak pertama kali diciptakannya.
Karya-karya seni tradisi ini biasanya hidup
di lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat istiadat yang
diwariskan para memek moyang. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari
benda-benda kriya tersebut semula sebagai benda pakai atau benda-benda pusaka
kini dukanan sebagai benda hias atau cindera
mata.
Perubahan sistem sosial dan budaya masyarakat serta kemajuan teknologi
berperan besar mempengaruhi perubahan fungsi benda-benda tersebut.
Seni tradisional adalah unsur kesenian yang
menjad bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum tertentu. Seni tradisional yang
ada di suatu daerah berbeda debgan yang ada di daerah lain, meskipun tidak
menutup kemungkinan adanya seni tradisional yang mirip antara dua daerah yang
berdekatan.
B. Ciri-ciri Seni Rupa Tradisional
1. Teknik
Pembuatan Karya masih amat sederhana (manual)
2. Bentuk
hasil karyanya memiliki kepercayaan spiritual
3. Bersifat
tradisional karena kebudayaan agraris dan bahari
4. Bersifat
progresif yaitu adanya kebudayaan maritim
5. Bersifat
Kebinekaan
6. Bersifat
Kerajinan
7. Bersifat
nonrealistis dan seninya bersifat perlambang atau simbol
C. Contoh Seni Rupa Tradisional
Ada
banyak sekali karya seni rupa tradisional di Indonesia, berikut adalah contoh
beberapa karya seni rupa tradisional di Indonesia.
·
WAYANG GOLEK
Di Indonesia, wayang merupakan salah
satu kesenian yang sangat populer. Tidak hanya wayang kulit, ada beberapa
kesenian wayang yang terkenal. Salah satunya adalah Wayang Golek dari Jawa Barat.
Wayang Golek adalah salah satu kesenian wayang
tradisional dari Jawa Barat.
berbeda dengan kesenian wayang di pulau jawa lainnya yang menggunakan kulit
dalam pembuatan wayangnya, Wayang Golek merupakan kesenian
wayang yang
terbuat dari kayu. Kesenian
Wayang Golek ini sangat populer di Jawa Barat khususnya di wilayah tanah
pasundan.
Menurut beberapa
sumber, sejarah Wayang Golek di mulai pada abad 17.
Pada awalnya, kesenian Wayang Golek muncul dan lahir di wilayah pesisir utara
pulau jawa. menurut legenda, Sunan
kudus menggunakan Wayang
Golek ini untuk menyebarkan agama Islam di masyarakat. Pada masa itu,
pertunjukan Wayang Golek masih menggunakan bahasa jawa dalam dialognya.
Kesenian Wayang Golek ini mulai berkembang di Jawa Barat pada masa ekspansi kesultanan mataram.
Wayang Golek mulai
berkembang dengan bahasa sunda sebagai dialognya. Selain menjadi media
penyebaran agama, Wayang Golek berfungsi untuk pelengkap acara syukuran atau
ruwatan. Pada saat itu pertunjukan Wayang Golek masih tanpa menggunakan sinden
sebagai pengiringnya. Wayang Golek mulai menggunakan iringan sinden pada
1920an. Hingga saat ini Wayang Golek terus berkembang sebagai hiburan bagi
masyarakat terutama di tanah sunda.
Dalam pertunjukan Wayang Golek ini sama seperti pertunjukan wanyang
lainnya, lakon dan cerita di mainkan oleh seorang dalang. Yang membedakan
adalah bahasa pada dialog yang di bawakan adalah bahasa sunda. Pakem dan jalan
cerita Wayang Golek juga sama dengan wayang kulit, contohnya pada cerita Ramayana dan Mahabarata.
Namun yang membedakan adalah pada tokoh punakawan, penamaan dan bentuk dari
punakawan memiliki versi tersendiri yaitu dalam versi sunda.
BATIK BANYUMASAN
Batik Banyumas awalnya berpusat di daerah Sokaraja, batik ini dibawa
oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero yang setelah usai peperangan tahun
1830, mereka kebanyakan menetap di daerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal
waktu itu ialah Najendra dan dialah yang mengembangkan batik di Sokaraja. Bahan
mori yang dipakai merupakan hasil tenunan sendiri dan pewarna yang digunakan
adalah pewarna alam berupa pohon tom, pohon pace atau mengkudu, yang
menghasilkan warna merah semu kuning.
Kejayaan Batik Banyumas pernah terjadi
sekitar tahun 1965-an sampai 1970-an. Namun semakin kesini, Batik Banyumas
kalah saing dengan batik dari daerah lain. Hal ini dikarenakan masalah
pengelolaan, terutama masalah manajemen usaha. Batik Banyumas, susah berkembang
karena
minimnya minat pembatik muda. Generasi muda
saat ini, lebih memilih untuk bekerja di sektor formal dan enggan belajar
membatik dari orang tuanya.
Para pengrajin Batik Banyumas terus melakukan
inovasi dan kreasi agar menghasilkan motif yang baru dan tetap bisa diterima
oleh pasar tanpa kehilangan identitasnya. Kombinasi dengan kain tenun lurik
yang dibatik merupakan salah satu bentuk usaha menyelamatkan Batik Banyumasan
dari kepunahan. Kalau tidak kreatif dan membuat inovasi baru, Batik Banyumasan
lama-kelamaan bisa punah. Upaya Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam mendukung
kelestarian batik Banyumas dengan cara menerapkan pemakaian seragam batik
Banyumas bagi seluruh pegawai Pemkab Banyumas pada hari tertentu, biasanya hari
Sabtu.
Batik Banyumasan mempunyai ciri pola batik
tersendiri yang merupakan ciri batik pedalaman, yaitu banyak terinspirasi motif
tumbuhan dan hewan. Sesuai dengan lingkunganya seperti hutan dan gunung. Proses
pewarnaannya pun banyak menggunakan warna tua atau gelap dengan gambar yang
lugas dan tegas, seperti budaya masyarakat Banyumas yang apa adanya. Walaupun
ada beberapa pembuat batik di Banyumas yang membuat batik dengan motif yang
berbeda. Batik Banyumas hampir memiliki kesamaan dengan motif Jonasan. Motif
Jonasan merupakan kelompok motif non geometrik yang didominasi dengan
warna-warna dasar kecoklatan dan hitam. Warna coklat karena soga, sementara
warna hitam karena wedel. Batik Banyumasan memiliki kekhasan yang terlihat dari
motif maupun pewarnaannya yang mempunyai warna pekat dan tandas.
SENI TOPENG TRADISIONAL
Di indonesia topeng
pada awalnya berfungsi sebagai alat untuk berhubungan dengan arwah nenek
moyang, dapat dilihat pada upacara-upacara adat suku Batak(Sumatra Utara),
masyarakat sekitar Tolage-Alfur( Sulawesi Tengah ), dan juga pada upacara Tiwah
pada suku Dayak di Kalimantan. Di Cirebon – Jawa Barat pertunjukan seni topeng
juga tumbuh dari upacara magis untuk menghormati nenek moyang di dalam upacara
Ngunjung,yaitu upacara menghormati arwah leluhur dengan pertunjukan topeng
untuk memohon berkah dari buyut-buyut atau leluhur di makam mereka yang
dikeramatkan. Akan tetapi, dengan masuknya agama Islam dan Kristen di Indonesia
dan makin kuat pengaruhnya dalam masyarakat, maka kepercayaan itu menjadi tipis
atau bahkan hilang sama sekali sehingga
upacara pemanggilan
roh tidak lagi diselenggarakan dan pertunjukan topeng,
sekali pun masih diadakan, sudah dalam bentuk yang lebih sekuler.
Pada perkembangannya pertunjukan topeng banyak
mengambil tema lakon dari ceritera Panji yang ditulis pada abad XIV sehingga
secara perlahan sifat yang semula sakral berubah menjadi seni pertunjukan.
Topeng berdasarkan tradisi Jawa, pertunjukan
topeng itu diciptakan pada tahun 1586 oleh Sunan Kalijaga, putra Bupati Tuban
yang sangat gemar akan kesenian dan akhirnya menjadi salah seorang wali
penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Topeng ini selanjutnya menyebar dan terus
tumbuh dan berkembang kesegenap daerah dengan ciri dan corak masing-masing yang
berbeda satu dengan lainnya
SENI PAHAT PAPUA
Yang
dimaksud dengan seni pahat Papua di sini adalah seni pahat karya masyarakat asli Papua yang
tumbuh dan berkembang turun-temurun secara tradisional sejak masa Prasejarah
dalam kelompok-kelompok suku bangsa yang pada umumnya masih terpencil dari
komunikasi dengan dunia luar, sehingga pengaruh asing masih sangat sedikit.
Baik konsepsi, bentuk maupun fungsinya pada umumnya berkaitan erat dengan
kepercayaan yang berkembang bersamaan dengan tradisi prehistoris (megalitik)
yang banyak persamaannya dengan masyarakat terasing lainnya di dunia. Dengan
demikian dikelompokkan dalam kategori seni primitif dan yangjusteru mengandung
banyak ciri-ciri universal.
Yang sangat menonjol (sekarang) adalah seni pahat suku Asmat, sedangkan suku-suku lain juga memiliki karya-karya seni pahat
dengan ciri-ciri yang berbeda dalam citra perwujudannya, sedangkan latar
belakang kegunaannya sama. Perbedaan variasi bentuk disebabkan oleh
faktor-faktor extern maupun intern yang membentuk pribadi seniman yang mewakili
masyarakatnya. Persamaan yang men-dasari adalah kegunaannya sebagai sarana
untuk expresi maupun media kepercayaan mereka atas adanya kekuatan serta makhluk-makhluk
super-natural yang setiap hari mempengaruhi lingkar kehidupan mereka, terutama
roh nenek moyang. Fungsi lainnya, seperti sarana pemenuhan akan kebutuhan rasa
keindahan justeru mendorong seniman untuk bervariasi dalam karya-karyanya.
Dengan latar belakang yang demikian
maka hasil-hasilnya yang utama adalah patung-patung nenek moyang atau mbis
dalam berbagai bentuk dan fungsi, fauna dan flora yang erat hubungannya dengan
kepercayaan, baru menyusul benda-benda pakai dan hiasan-hiasan. Bentuknya ada
yang tiga dimensi ada yang dua dimensi.
Bila karya yang religius itu terputus
dari fungsi pada masyarakatnya tinggallah nilai estetika yang sekular dan
dianggap sebagai seni murni.
Para pemahat dan pengukir di Papua yang disebut Wow Ipits itu tidak terdidik, tetapi
mengandalkan bakat yang diwarisi secara turun-temurun. Hal ini mengalami
perubahan setelah hubungan dengan masyarakat (bahkan dunia) luar semakin luas.
Makin lama makin disadari bahwa hasil karya mereka pun disenangi oleh orang
lain dan dapat dijual atau ditukar dengan barang-barang keperluan hidupnya
sehari-hari. Orang-orang makin banyak belajar mengukir dan memahat walaupun tidak
diabdikan untuk kebutuhan keperca-yaan. Wow Ipits semakin banyak jumlahnya dan
karya-karya seni tradisional itu pun makin tersebar luas.
SENI KERAMIK PURWAKARTA
Jika ke
Bandung atau sebaliknya ke Jakarta melewati Cikampek, mampirlah ke Plered, Purwakarta,
Jawa Barat Di sini banyak dijumpai keramik yang unik dan pantas untuk dibawa
pulang sebagai oleh-oleh. Bentuknya beraneka ragam dan relatif murah.
Sentra industri keramik Plered berada
di wilayah selatan Kabupaten Purwakarta. Plered merupakan satu kecamatan yang
memiliki luas wilayah 36,79 km persegi dengan jumlah penduduk 54,337 jiwa.
Sentra industri kecil ini terletak di Desa Anjun, Citeko, dan Desa Pamoyanan.
Plered sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil keramik. Dari tempat ini,
berbagai bentuk dan ukuran keramik dibuat. Ada yang kecil, sedang hingga besar
dengan berbagai aneka desain.
Pembuatan
keramik Plered memang sudah berlangsung turun temurun dan diperkirakan dimulai
sejak tahun 1904. Awalnya, masyarakat sekitar membuat keramik dari tanah liat
merah dan termasuk gerabah ini untuk memenuhi perkakas rumah tangga. Tapi, pada
perkembangannya kerajinan tersebut mampu menjadi sumber pendapatan tersendiri
bagi masyarakat sekitar.
Di
sepanjang jalan tampak berjejer pajangan keramik yang menarik perhatian.
Berbagai bentuk gerabah, mulai dari perabotan rumah tangga hingga mainan
anak-anak bisa menjadi suvenir yang menarik. Bila berkunjung langsung, selain
bisa menyaksikan langsung pembuatan keramik, Anda juga bisa mendapatkan harga
lebih murah. Ada yang dijual mulai dari Rp 5.000,- sampai ratusan ribu rupiah.
TERAPAN-SENI
TRADISIONAL (Seni anyaman)
Seni anyaman ialah milik masyarakat Melayu yang masih dikagumi dan
digemari sehingga hari ini. Kegiatan seni anyaman ini telah bermula sejak zaman
dahulu lagi.
Ini
boleh dilihat pada rumah-rumah masyarakat zaman dahulu di mana dinding rumah
mereka dianyam dengan buluh dan kehalusan seni anyaman itu masih bertahan sehingga ke hari
ini. Rumah yang berdinding dan beratapkan nipah tidak panas kerana lapisan daun
nipah yang tebal menebat pengaliran haba.
Seni anyaman dipercayai bermula dan berkembang tanpa menerima
pengaruh luar. Penggunaan tali, akar dan rotan merupakan asas pertama dalam
penciptaan kraftangan anyaman yang telah menjadi usaha tradisi sejak
berabad-abad lalu. Bahan-bahan asas tumbuhan ini tumbuh meliar di
hutan-hutan, paya-paya, kampung-kampung dan kawasan di sekitar pasir
pantai.
Pelbagai rupabentuk kraftangan dapat dihasilkan melalui proses dan
teknik anyaman dari jenis tumbuhan pandanus (pandan dan mengkuang).
Bentuk-bentuk anyaman dibuat didasarkan kepada fungsinya. Misalnya bagi
masyarakat petani atau nelayan, kerja-kerja anyaman dibentuk menjadi bakul,
topi, tudung saji, tikar dan aneka rupa bentuk yang digunakan sehari-harian.
Selain daripada tumbuhan jenis pandanus, bahan asas lain yang
sering digunakan ialah daripada tumbuhan bertam, jenis palma engeissona
tritis dan nipah.
Berdasarkan bahan dan rupa bentuk anyaman yang dihasilkan, seni anyaman ini
merupakan daya cipta dari kelompok masyarakat luar istana yang lebih
mengutamakan nilai gunaannya. Walau bagaimanapun pada sekitar tahun 1756
hingga1794 telah terdapat penggunaan tikar Raja yang diperbuat daripada rotan
tawar dan anyaman daripada bemban.
Proses menganyam disebut juga sebagai "menaja". Untuk
memulakan satu-satu anyaman waktu yang baik ialah pada sebelah pagi atau
malam. Dalam keadaan cuaca yang redup atau dingin, daun-daun lebih lembut dan
mudah dibentuk tanpa meninggalkan kesan-kesan pecah. Biasanya beberapa orang
melakukan anyaman ini berkelompok di halaman rumah atau beranda rumah pada
waktu malam, petang atau waktu-waktu senggang pada sebelah pagi (jika
kelapangan, kerana waktu pagi biasanya dipenuhi dengan kerja-kerja tertentu).
Rupa bentuk anyaman tradisi yang masih kekal penciptaan dan
fungsinya hingga kini ialah tikar. Selain tikar yang datar dengan sifat dua
dimensi, terdapat rupa bentuk anyaman tiga dimensi. Bentuk-bentuk anyaman
begini biasanya digunakan oleh masyarakat pada masa dahulu untuk mengisi atau
menyimpan bahan-bahan keperluan hidup dan kegunaan seharian. Beberapa daripada
rupa bentuk ini ialah bakul, kampit (bekas belacan), tudung saji, kembal
(rombong) dan sebagainya.
Terdapat dua ciri-ciri penting dalam ragam hias anyaman, iaitu
penciptaan kelarai (motif) dan corak. Istilah kelarai dikhususkan kepada motif
yang "berbentuk" (selalunya unsur alam) sementara corak dimaksudkan
kepada susunan warna tanpa memperlihatkan kepada susunan warna dan bentuk
motif. Anyaman tanpa kelarai disebut sebagai "gadas". Terdapat
kira-kira 51 jenis kelarai yang berdasarkan unsur-unsur alam semulajadi seperti
unsur-unsur tumbuhan dan binatang.
Di sesetengah tempat kelarai dimaksudkan kepada anyaman yang
diperbuat daripada buluh dan digunakan sebagai dinding atau penyekat ruang
rumah. Sementara di sesetengah tempat lain anyaman seperti ini diperbuat
daripada bahan bertam yang disebut sebagai tupas. Ciptaan kelarai atau
tupas lebih kukuh, tegas dan kasar bersesuaian dengan fungsinya sebagai
penyekat ruang. Tiada bukti yang jelas untuk menetapkan tarikh bermulanya
penciptaan kelarai. Melalui kajian yang dibuat dapat dikatakan bahawa
penciptaan kelarai dalam anyaman merupakan satu perlakuan yang telah lama
berlaku.
Bunga sulam merupakan satu teknik yang terdapat dalam ragam hias
anyaman di mana ia akan mencantikkan lagi hasil yang telah dibentuk. Teknik
sulam adalah teknik susun susup. Kesan bentuk bunga yang dibuat lebih merupakan
kesan geometri asas seperti susunan bentuk tiga, segi empat, potong wajik dan
sebagainya lagi.
Seni kerja tangan anyaman adalah sesuatu yang unik lagi rumit
buatannya. Namun begitu, usaha untuk mempertahankan keunikan seni ini haruslah
diteruskan agar tidak ditelan peredaran zaman. Budaya negara bukan sahaja
dicerminkan melalui bahasa pertuturan dan adat resam bangsanya tetapi juga
dicerminkan melalui kehalusan kerja tangan bermutu tinggi. Seni warisan yang
unik ini wajar diberi perhatian, sokongan dan bantuan supaya dapat terus
dipelihara dan dimanfaatkan bersama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan sebagai ”kultur”
dalam bahasa Indonesia.
Ada
banyak jenis dan karya seni rupa tradisional. Contohnya : Wayang Golek, Batik
Banyumasan, Topeng tradisional Jawa & Yogya, Seni pahat Papua, Seni Keamik
Purwakarta, Seni Anyaman, dan masih banyak lagi. Kita sebagai generasi muda
wajib untuk tetap melestarikan seni rupa tradisional di daerah masing-masing
agar seni rupa tradisional akan terus berkembang menjadi lebih baik, bahkan
sampai taraf internasional.
B. Kritik dan Saran
Alhamdulillah
saya telah menyelesaikan makalah Seni Budaya ini. Saya tidak dapat memungkiri,
makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka daripada itu kami mohon kritik dan
saran kepada pembaca, agar kami dapat membuat makalah-makalah yang lebih
baik lagi
yuhuu.. syukron yaak
BalasHapus